Sekitar empat tahun yang lalu, Nisa Pujiresya adalah kita. Ia seorang karyawan. Hidup dari gaji ke gaji. Tidak punya bayangan dan merasa butuh untuk membeli properti. Untuk memenuhi kebutuhan papan, Nisa terpaksa harus menyewa properti. Baru empat tahun setelahnya, sebuah kesadaran mengetuknya, sampai akhirnya ia memutuskan membeli properti pertamanya. Nisa yang merupakan Sales Manager di sebuah perusahaan oil & gas di Jakarta ini, mulai menyewa properti sejak 2013. Selama jadi anak indekos, hidup Nisa baik-baik saja. Ia memilih sebuah hunian bertingkat rendah (low rise building) di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan. Setiap bulan, Nisa harus mengeluarkan kocek Lima Juta Rupiah. Harga yang pantas untuk kenyamanan yang dibutuhkannya.
Tahun-tahun pertama, mengeluarkan Lima Juta Rupiah yang masuk ke kantong penyewa properti terasa biasa-biasa saja. Namun, tepat di tahun 2017, sebuah kesadaran mengusiknya. Nisa mulai berpikir, sampai kapan ia harus mengeluarkan uang untuk sewa tempat tinggal. Persoalannya tentu saja valid; bayangkan, empat tahun lamanya ia hanya menjadi seorang penyewa.
“Udah berapa yang aku keluarin, meski aku ada tempat tinggal, tapi itu gak dimiliki sama aku, aku cuma bikin orang jadi kaya,” cerita perempuan jebolan Universitas Padjadjaran, Bandung ini kepada Ruby Herman, beberapa waktu lalu di Permata Hijau Suites. Jika dihitung-hitung, hanya dalam empat tahun saja, tak kurang dari 240 juta rupiah sudah mengalir ke kantong penyewa, atau setara harga satu rumah tapak di daerah penyangga ibu kota. Itulah titik balik yang membawa Nisa sampai pada sebuah keinginan untuk membeli properti yang bisa ia huni.
Prinsipnya seketika berubah. Meski nyicil, yang penting, ia punya properti. “Aku putusin untuk break the cycle,” tuturnya. Maka pertanyaan yang muncul di hadapan Nisa kala itu, properti apakah yang akan ia beli dengan mempertimbangkan profile-nya. Nisa bisa dibilang perempuan milenial dengan karier cemerlang. Di usianya yang terbilang muda, ia sudah menjabat Sales Manager di sebuah company ternama untuk area Indonesia, Filiphina, dan Brunei Darussalam. Hidupnya juga banyak dihabiskan untuk perjalanan bisnis dan vakansi. Bisa dibilang, Nisa adalah kita. Milenial aktif yang hidupnya sangat dinamis, mobilitas tinggi, ia bisa saja melompat dari satu meeting ke meeting lainnya di tengah keriuhan kota Jakarta. Siang harus meeting di Pondok Indah, sorenya bisa saja di bilangan Senayan. Kebutuhan untuk tinggal di tengah atau jantung kota tak ayal jadi kebutuhan ia saat itu.
Akhirnya, sudah bukan perkara mudah lagi untuk menjawab apakah ia harus membeli rumah atau apartemen, jika kita tahu, harga properti rumah tapak di tengah kota sudah tak masuk akal. Kebutuhan atau keinginan yang tepat, adakalanya, memang muncul di waktu yang tepat pula. Katanya, saat itulah semesta bekerja. Tak disangka, sebuah iklan di media sosial di ponselnya, seakan muncul begitu saja menjawab dan memahami kebutuhan Nisa. Iklan yang dimaksud, adalah iklan Permata Hijau Suites saat pertama kali projectnya baru akan dimulai. Nisa hanya disuguhi brosur dan gambar-gambar. Namun, baginya itu sudah cukup mengundang rasa tertarik. “Menarik ya konsepnya, aku suka modern classic, sesuai sama taste aku. Mewah, tapi harganya reasonable dan affordable,” ungkap Nisa lagi. Nisa memutuskan membeli satu unit di Permata Hijau Suites. Itulah keputusan besar dalam hidupnya, ketika ia akhirnya memiliki pengalaman first purchase.
Sebagai millennial, Nisa juga tak ingin uangnya menguap entah kemana. Maklum, ada kecenderungan bagi milenial untuk berlomba-lomba membeli pengalaman, dan tidak menganggap membeli tempat tinggal sebagai sebuah hal penting. Sekitar tahun lalu, Nisa sudah serah terima unitnya. Hal yang lantas membuat Nisa salut dan teryakinkan, ia sudah berinvestasi di tempat yang tepat, tempat yang mampu delivery tepat waktu. Pandemi yang melanda, kata Nisa, sama sekali tak dijadikan alasan empuk developer untuk berdalih menunda atau tidak melaksanakan serah terima tepat waktu. Ketika pembatasan akibat pandemi terjadi, praktis ada yang berubah dari kehidupan Nisa. Perjalanan bisnis terakhirnya juga terjadi pada Februari tahun lalu. Belakangan, Nisa lebih banyak melakukan pekerjaan dari rumah. Sibuk menelpon client di luar dan yang ada di Indonesia.
Sebagai salah satu pemilik tenant di Permata Hijau Suites, Nisa banyak menghabiskan waktu untuk exercise ringan, renang, gym, atau membaca artikel yang mendukung pekerjaannya, entah artikel psikologis atau bisnis. Sekarang, untuk memenuhi kebutuhan spa misalnya, Nisa tak perlu capekcapek lagi datang ke rumah spa atau harus booked melalui layanan spa di hotel atau tempat perawatan lainnya. Nisa sangat menyukai lingkungan barunya. Sekali tempo ia pulang kerja, saat ia merasa sangat capek, sambutan yang ia terima dari security dan resepsionis di Grand Lobby, membuat rasa letihnya sedikit mereda. “Mereka selalu nyapa, bikin aku feeling homey, feeling welcome,” sebutnya. Jika masih cukup waktu, Nisa akan melakukan exercise ketika sunset jatuh di langit Senayan. Panorama yang dijuluki Manhattan View itu seketika berubah menjadi senja emas. Namun, kata Nisa, suasana di malam hari jauh lebih menarik lagi. Ia akan memandangi kelap-kelip lampu kota, dan gedung-gedung pencakar yang berasal dari arah kawasan Sudirman tampak bercahaya dari kejauhan. Nisa juga cukup sering mengajak rekan atau temannya sekadar singgah.
Selagi menunggu dirinya turun, ia akan meminta tamunya menunggu di lobi bawah, di Grand Lobby. Nisa mengaku, hampir semua temannya yang datang akan memuji desain interior area tersebut. Selain bisa memikat mata dengan kesan mewah, elegant, dan pilihan furniture yang sepadan, menurut Nisa ia selalu beroleh pujian dari rekannya. “Wow, Sa,” begitu komentar rekannya setiap kali memunculkan kesan pertama. Kalau sudah mendengar begitu, Nisa hanya punya satu kalimat pamungkasnya. “Aku selalu bilang, udah, lu jadi tetangga gue sini,” tutupnya. (DP)