Menengok sejenak ke belakang untuk merefleksikan apa yang terjadi di akhir 2019 hingga semester kedua 2020 ini memang diperlukan untuk menentukan langkah baru ke depan. Berbagai kesulitan ditemui seluruh manusia di dunia di waktu tersebut, sebuah raport merah untuk dunia.
Indonesia sendiri mengalaminya, kita semua bergelut dan berjibaku. Berdarah dan tertunduk bersama. Tetapi seperti yang sudah terjadi dalam sejarah, ketika bunyi nyaring alarm kehidupan disuarakan, bangsa kita justru melangkah lebih jauh dengan kreativitasnya, menembus batas untuk menciptakan sebuah tata cara kehidupan baru yang membuat tercengang bahkan mencemooh dunia.
Untuk dunia luar mungkin bangsa kita terkenal “n’dablek” dan cocok dengan istilah “terserah aja”. Tetap dari sana justru memberikan gambaran betapa resilientnya Indonesia dalam sebuah krisis. Sejarah panjang membuktikan bangsa Indonesia memiliki kemampuan untuk bangkit dengan cepat di semua sisi kehidupan.
Lantas, apa kabar sektor properti di negeri ini sejak pandemi melanda nyaris semua negara di berbagai belahan dunia? Dan seberapa jauh terguncangnya sektor ini, dan semampu apa sektor properti Indonesia turut menunjukan resilient-nya?
Tak bisa dipungkiri, pandemi ini turut membayangi sektor properti. Kran ekonomi yang mandek, membuat hampir semua orang menimbang ulang rencana konsumsi dan investasi. Keputusan yang mereka ambil pun dibuat dengan jauh lebih hati-hati. Semua orang, termasuk investor, pasti akan berpikir seribu kali sebelum memutuskan untuk mengeluarkan uang dalam jumlah besar. Apalagi pada saat pandemi, banyak orang percaya cash is the king. Akibatnya, transaksi di sektor properti yang sempat berpeluang tinggal landas pada awal tahun 2020, kembali lesu dan redup seketika. Meski sektor Indonesia juga turut terdampak, ada berita yang cukup mengejutkan. Resiliensi sektor properti terjadi ketika optimisme sektor ini berusaha untuk bangkit melewati badai pandemi. General Manager Marketing Permata Hijau Suites Ivonne Suwandi juga punya nada optimis yang serupa.
Meski dampak sudah cukup terasa, Ivonne meyakini kondisi itu tidak akan berlangsung lama. Bukan tanpa sebab, bila mencermati kondisi lapangan, masih ada kenyataan yang cukup menggembirakan. Misalnya saja, menurut berbagai analis bidang properti, tidak semua properti rupanya yang terimbas dampak corona. Penawaran hunian yang siap huni atau ready stock juga tidak benar-benar kehilangan peminat. Sebab investor tetap memandang itu sebagai aset. Hunian ready stock yang ada sebelum pandemi dan saat new normal dimulai adalah hunian paling sexy yang menjadi barang incaran investor dan bahkan end user.
Apalagi di kondisi pandemi, kebutuhan akan tempat tinggal semakin tidak terbantahkan. Ketika orang diminta untuk berada di rumah,
bekerja dari rumah, dan produktif dari rumah, semakin menegaskan rumah sebagai tempat yang aman dan nyaman untuk berlindung. Hunian tidak lagi dipandang sebagai tempat beristirahat, tetapi sebuah tempat untuk hidup, bekerja, bermain dan juga belajar. Makna yang dikandung dalam kata “home” menjadi lebih terasa saat ini.
Hal tersebut itu semakin jelas adanya ketika kita tahu kebutuhan akan rumah tidak akan pernah bisa disubstitusi. Mudahnya, ada atau tidak ada virus, orang akan tetap butuh tempat tinggal. Karena sekali lagi, kebutuhan pokok atau primer ini tidak bisa digantikan. Hanya saja, setiap orang menjadi lebih berhati-hati dalam menentukan keputusan termasuk keputusan berinvestasi.
Di luar hal itu, keputusan pemerintah untuk menggerakan kembali roda ekonomi salah satunya melalui sektor properti yang menjadi roda pertama yang akan berputar. Menggerakan roda sektor properti, berarti ikut membangkitan roda ekonomi yang lain. Bisa dibayangkan ketika industri properti bergeliat, atau sederhananya jika proyek properti beroperasi, maka rantai bisnis atau rantai ekonomi turunannya juga akan ikut bergeliat. Toko material misalnya, akan tetap hidup karena ada transaksi, kemudian warung-warung kecil di sekitar lokasi proyek juga akan tetap menghidupkan ekonomi warga karena aktivitas pekerja proyek tetap berjalan. Jika warung nasi tetap berjalan, penjual bahan pokok di pasar tidak akan kehilangan pelanggannya, dan begitu seterusnya.
Respons positif pun semakin nyata, karena berbagai kebijakan berupa stimulus perbankan yang tersedia cukup meringankan. Stimulus itu memperlihatkan perhatian besar dan bentuk dukungan penuh pemerintah pada bidang properti agar segera pulih seperti sediakala.
Dari sisi lain, sektor properti bisa dikatakan penyerap sumber daya manusia yang cukup besar. Ada 30,35 juta orang yang bekerja di sektor properti, setidaknya menurut Real Estate Indonesia (REI). Jumlah itu berasal dari 19,17 juta dari pekerja sektor properti, dan 11,18 juta pekerja dari industri yang masih terkait sektor properti. Jika melihat angka tersebut menggunakan kacamata pesimitis, yang terlihat adalah puluhan juta orang yang harus dibayangi ancaman kehilangan pekerjaan. Tapi, jika kita menukar dengan kacamata lain, kacamata yang lebih optimistis, jumlah itu akan terlihat sebagai sebuah peluang yang harus dijaga dan diharapkan ikut menopang ekonomi. Sebab dengan sumber daya manusia sebanyak itu, turut memacu cepatnya perputaran roda yang perlahan namun pasti bisa kembali ke titik stabil.
Pemulihan Ekonomi
Badai tidak akan pernah terjadi selamanya. Begitu juga dengan sektor ekonomi yang secara perlahan mulai bangkit. Seperti seseorang yang sempat terseok-seok, bahkan nyaris tumbang, sekarang berbagai kran ekonomi sudah terlihat menyala lagi. Mengutip riset yang dilakukan lembaga riset dunia Morgan Stanley tentang pemulihan ekonomi pasca-pandemi, ada sebuah kabar yang cukup membuat kita semakin percaya diri. Riset yang dilakukan itu berjudul Tracking Covid-19 and Real Time Indicators yang dilakukan pada Mei 2020 dan telah dipublikasikan pada Juni lalu.
Berdasarkan riset tersebut, Indonesia disebut sebagai negara dengan pemulihan ekonomi tercepat setelah Tiongkok. Morgan Stanley mengkaji kemampuan negara AXJ atau negara kawasan Asia selain Jepang untuk bangkit dari pandemi. Hasil riset itu adalah Tiongkok menjadi negara pertama yang mampu pulih setelah badai pandemi yakni diprediksi pada kuartal III tahun ini. Sementara Indonesia masuk dalam grup kedua, bersama Filipina dan India. Pemulihan itu diperkirakan berlangsung pada kuartal IV-2020, jika penyebaran Covid-19 tidak memuncak. Adapun negara yang pemulihannya masuk grup ketiga adalah Korea dan Taiwan.
Keadaan saat ini memaksa semua orang untuk meninggalkan cara bekerja lama yang seringkali tidak relevan. Sehingga dibutuhkan terobosan-terbosan yang lebih menyesuaikan keadaan. Di sektor properti, transparasi komunikasi, cara penggunaan channel media yang dimiliki serta . Investor tentu lebih menyukai investasi dengan risiko yang kecil atau cicilan yang ringan.
Meski sudah diprediksi mampu pulih dalam waktu yang relatif tidak terlalu lama, berita itu tidak perlu membuat kita terlalu berbesar hati. Sebab, usaha untuk membuat roda ekonomi itu harus terus dilakukan, agar roda dari satu per satu sektor dunia usaha terus bergerak, dan bergerak, dan tidak ada kata menyerah untuk berhenti.(PHS/DP)
“Hunian ready stock yang ada sebelum pandemi dan saat new normal dimulai adalah hunian paling sexy yang menjadi barang incaran investor dan bahkan end user.”
Download PDF